WAKTU AQIQAH
WAKTU AQIQAH
Menjadikan pertanyaan –pertanyaan
yang sering di tanyakan hal ini di karenakan karena agar mendapatka jawaban
yang tepat dan valid. Maka kami membuat artikel sebagai berikut:
Hewan aqiqah hendaknya
disembelih pada hari ketujuh sejak kelahiran bayi, dihitung mulai saat
kelahiran. Meskipun demikian mazhab Syafii dan Hambali menekankan bahwa aqiqah
boleh dilakukan sebelum maupun setelah hari ketujuh. Dalam mazhab Hambali dan
Maliki, tidak diperbolehkan melakukan aqiqah selain sang ayah dari bayi.
Sekelompok ulama mazhab Hanbali berpendapat bolehnya seseorang mengaqiqahkan
dirinya sendiri. Selain itu, seorang ayah boleh mengaqiqahkan anaknya sekalipun
telah baligh. Sebab, tidak ada batasan waktu pelaksanaan aqiqah.
Doa menyembelih hewan
aqiqah, setelah membaca basmalah, bacalah : اللهم منك واليك عقيقة فلان
Atau secara rinci
dapat di baca dalam artikel di bawah ini:
Para ulama berbeda
pendapat dalam hal ini.
1. Sebagian ulama
membolehkan pelaksanaan sebelum hari ketujuh.
Inilah pendapat jumhur ’ulamaa. Ibnul-Qayyim berkata :
”Dhahirnya bahwa pengkaitan waktu penyembelihan hewan ’aqiqah pada hari
ketujuh hukumnya adalah istihbaaab (disukai). Jika tidak
dilakukan pada waktu itu, yaitu disembelih pada hari keempat, kedelapan,
kesepuluh, dan seterusnya; maka hal itu mencukupi (sah). Perhitungan (hari
’aqiqah) itu adalah hari penyembelihan, bukan hari dimana daging dimasak atau
dimakan”.
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa ’aqiqah itu
dilaksanakan pada hari ketujuh, namun jika tidak dilakukan (pada hari itu) maka
boleh dilakukan pada hari ke-14 (empatbelas) atau ke-21 (duapuluh satu). Mereka
berdalil dengan hadits :
”(Hewan) ’aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh atau empatbelas atau
duapuluh satu”.
Namun hadits ini adalah dla’if.
3. Sebagian ulama berpendapat bahwa ’aqiqah itu
boleh dilakukan setelah dewasa (yaitu ia mengaqiqahi dirinya sendiri) setelah
ia mempunyai kemampuan (tidak dibatasi oleh hari-hari tertentu, walau mereka
tetap berpendapat tentang sunnahnya hari ketujuh).
Ibnu Hazm berkata : ”Hewan disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran dan
sama sekali tidak boleh dilakukan sebelum hari ketujuh. Jika pada hari ketujuh
ia belum menyembelih, maka ia menyembelih setelah itu kapan ia mampu
(melaksanakannya) secara wajib”.[23]
Mereka berdalil dengan hadits :
”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam
mengaqiqahi dirinya sendiri setelah nubuwwah (diangkat menjadi nabi)”.
Hadits ini pun dla’if.
4. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
pelaksanaan ’aqiqah hanyalah pada hari ketujuh kelahiran.[
”Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh
dari kelahirannya, dicukur (rambutnya), dan diberi nama”.
Di antara pendapat-pendapat yang tersebut di atas, maka yang rajih adalah
pendapat terakhir yang menyatakan bahwa waktu pelaksanaan ‘aqiqah itu hanyalah
pada hari ketujuh setelah kelahiran. Inilah pendapat yang berkesesuaian dengan
dalil shahih. Al-Haafidh berkata :
“Dan perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam : ”disembelih
darinya pada hari ketujuh kelahirannya”; adalah sebagai dalil bagi orang
yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu pelaksanaannya adalah hari ketujuh. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum waktu itu, berarti ia tidak melaksanakan
sebagaimana seharusnya. Dan bahwasannya ‘aqiqah itu gugur setelah lewat hari
ketujuh. Ini adalah perkataan Malik. Ia (Malik) juga berkata : “Apabila seorang
anak meninggal sebelum hari ketujuh, maka gugurlah syari’at ‘aqiqah tersebut”.
Aqiqah adalah ibadah, dan ibadah itu telah ditentukan kaidah-kaidahnya
atau aturan-aturannya (termasuk waktu
pelaksanaannya). Tidak boleh seseorang menentukannya kecuali harus berdasarkan
dalil.
Demikian artikel
dari kami, semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment